Selasa, 25 Mei 2010

pereturen presiden untuk papua

RANCANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

(NOMOR: .......... TAHUN: ..........)

TENTANG

RENCANA TATA RUANG (RTR)

PULAU PAPUA

Edisi : Desember 2005

BADAN KOORDINASI TATA RUANG NASIONAL

SEKRETARIAT TIM TEKNIS: DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 1

RANCANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ..... TAHUN .....

TENTANG

RENCANA TATA RUANG (RTR) PULAU PAPUA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang:

a. bahwa dalam rangka menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah di

Indonesia, perlu dirumuskan suatu landasan kebijakan percepatan pembangunan

Pulau Papua;

b. bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional ke dalam rencana pemanfaatan ruang di Pulau Papua perlu

ditetapkan pengaturan lebih lanjut mengenai perwujudan struktur dan pola

pemanfaatan ruang nasional di Pulau Papua;

c. bahwa untuk mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang nasional di Pulau

Papua perlu ditetapkan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang di Pulau Papua

yang bertujuan untuk menjamin keterpaduan pembangunan lintas wilayah dan lintas

sektor;

d. bahwa sehubungan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir a, b dan c,

maka perlu ditetapkan Rencana Tata Ruang Pulau Papua yang diatur dengan

Peraturan Presiden.

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian

Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2907);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3501);

4. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya

Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten

Puncak Jaya, dan Kota Sorong (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 173, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894);

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4151);

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 2

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan dan Kewajiban

serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;

9. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (pengganti

Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RENCANA TATA

RUANG (RTR) PULAU PAPUA

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama

Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

(1) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara

sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan

melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;

(2) Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan

maupun tidak;

(3) Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang;

(4) Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

(5) Rencana Tata Ruang Pulau yang selanjutnya disingkat RTR Pulau adalah hasil

perencanaan tata ruang pada wilayah pulau/kepulauan yang terbentuk dari kesatuan

wilayah geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas-batasnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsionalnya;

(6) Wilayah Pulau Papua merupakan kesatuan fungsional wilayah geografis dan ekosistem

yang mencakup wilayah darat, laut, dan udara yang menjadi bagian dari provinsiprovinsi

yang ada di Pulau Papua menurut undang-undang pembentukannya;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 3

(7) Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi

kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya

buatan;

(8) Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,

dan sumber daya buatan;

(9) Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai

strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan;

(10) Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya yang dapat berperan

mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan itu sendiri dan kawasan di sekitarnya

serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

(11) Ruang Lintas Wilayah adalah bagian ruang wilayah nasional yang perencanaannya,

pemanfaatannya dan pengendalian pemanfaatan ruangnya diselenggarakan dengan

memperhatikan kesatuan fungsional wilayah yang tidak dibatasi oleh batas-batas

administrasi provinsi, kabupaten dan kota;

(12) Ruang Lintas Sektor adalah bagian ruang wilayah nasional yang proses

perencanaannya, pemanfaatannya, dan pengendalian pemanfaatan ruangnya

diselenggarakan oleh lebih dari satu sektor secara terpadu;

(13) Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh,

menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan

produktivitas lingkungan hidup;

(14) Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

(15) Pulau adalah daerah daratan yang terbentuk secara alami yang dikelilingi oleh air dan

ada diatas permukaan air pada saat air pasang;

(16) Pulau-pulau Kecil adalah pulau yang memiliki luas area kurang dari atau sama dengan

2.000 km2, baik berpenduduk maupun tidak;

(17) Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi

hasil hutan;

(18) Hutan Lindung adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata

air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

kesuburan tanah;

(19) Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya;

(20) Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun

di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai

wilayah sistem penyangga kehidupan;

(21) Kawasan Cagar Alam yang selanjutnya disingkat CA adalah kawasan suaka alam yang

karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya

atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung

secara alami;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 4

(22) Kawasan Suaka Margasatwa yang selanjutnya disingkat SM adalah kawasan suaka alam

yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang

untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya;

(23) Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat

maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara

lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;

(24) Kawasan Taman Nasional yang selanjutnya disingkat TN adalah kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata, dan rekreasi;

(25) Kawasan Taman Nasional Laut yang selanjutnya disingkat TNL adalah habitat biota

perairan yang memiliki satu atau beberapa ekosistem yang kondisi alam secara fisik

tidak mengalami perubahan, serta mempunyai arti untuk kepentingan ilmu

pengetahuan;

(26) Kawasan Taman Wisata Alam yang selanjutnya disingkat TWA adalah kawasan

pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Kawasan Perbatasan Negara adalah bagian dari wilayah nasional yang secara geografis

berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga di darat, laut, dan udara.

(27) Alur Pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi

kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.

(28) Wilayah Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat

meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh ekosistem laut, seperti: pasangsurut,

angin laut, ombak, gelombang, serta intrusi air laut. Sedangkan ke arah laut

meliputi bagian laut yang dipengaruhi oleh ekosistem darat, seperti: sedimentasi,

aliran air tawar dari daratan maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di darat.

(29) Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau

lebih daerah aliran sungai.

(30) Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang

batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

(31) Pusat Kegiatan Nasional selanjutnya disingkat PKN adalah kota yang mempunyai

potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, pusat ekonomi

perkotaan (jasa dan industri) nasional dan simpul transportasi yang melayani nasional

dan atau beberapa provinsi.

(32) Pusat Kegiatan Wilayah selanjutnya disingkat PKW adalah adalah kota sebagai pusat

ekonomi perkotaan (jasa dan industri) regional dan simpul transportasi yang melayani

provinsi dan atau beberapa kabupaten

(33) Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kota sebagai pusat

ekonomi perkotaan (jasa dan industri) lokal dan simpul transportasi yang melayani

kabupaten dan atau beberapa kecamatan.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 5

(34) Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah pusat

permukiman sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang

terletak di kawasan yang memiliki nilai strategis politik pertahanan keamanan negara

di perbatasan dengan Negara Bagian Sarawak-Malaysia dan Sabah-Malaysia.

(35) Pusat Pelayanan Primer adalah kota atau kawasan perkotaan yang memiliki tingkat

kelengkapan prasarana wilayah tertinggi, yang dapat mendukung peran kota atau

kawasan perkotaan untuk menjadi simpul utama jasa distribusi dan pengumpul

kegiatan ekonomi wilayah yang melayani wilayah pulau dan/atau antar pulau.

(36) Pusat Pelayanan Sekunder adalah kota yang memiliki tingkat kelengkapan prasarana

wilayah sedang, yang dapat mendukung peran kota untuk menjadi simpul utama jasa

distribusi dan pengumpul kegiatan ekonomi wilayah yang melayani beberapa bagian

wilayah pulau.

(37) Pusat Pelayanan Tersier adalah kota yang memiliki tingkat kelengkapan prasarana

wilayah terendah, yang dapat mendukung peran kota untuk menjadi simpul utama jasa

distribusi dan pengumpul kegiatan ekonomi wilayah yang melayani bagian wilayah

pulau secara terbatas.

(38) Perangkat Insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan

terhadap kegiatan yang sejalan dengan tujuan rencana tata ruang.

(39) Perangkat Disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan

atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan rencana tata ruang.

(40) Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari

Presiden beserta para Menteri.

(41) Pemerintah Daerah adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan.

(42) Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah.

(43) Terminal Penumpang Tipe A adalah terminal penumpang yang berfungsi melayani

kendaraan umum untuk angkutan antar-kota antar-provinsi dan/atau angkutan lintas

batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan kota dan angkutan

perdesaan.

(44) Aturan Pemintakatan atau Zoning Regulation adalah ketentuan pengaturan zonasi dan

penerapannya ke dalam pemanfaatan lahan, yang menjadi acuan prosedur

pengendalian pemanfaatan ruang kota.

(45) Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang selanjutnya disingkat SBNP adalah sarana yang

dibangun atau terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi

membantu navigasi dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta

memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk keselamatan berlayar.

(46) Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan

oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun.

(47) Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan

terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara

para anggotanya.

(48) Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat

adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 6

(49) Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat

tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya,

yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah dan air sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Bagian Kedua

Tujuan dan Sasaran

Pasal 2

(1) Tujuan penetapan RTR Pulau Papua adalah untuk:

a. menetapkan RTR Pulau Papua dalam rangka operasionalisasi Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional;

b. mengatur tata laksana dan kelembagaan perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional di Pulau Papua sebagai landasan hukum yang mengikat bagi Pemerintah

dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya;

c. mengarahkan pengembangan wilayah Pulau Papua secara terpadu sebagai

kesatuan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan memperhatikan potensi,

karakteristik dan daya dukung lingkungannya;

d. menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan berfungsi lindung

dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya;

e. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan

lintas wilayah provinsi yang konsisten dengan kebijakan nasional yang

memayunginya;

f. memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang

lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan.

(2) Sasaran Peraturan Presiden tentang RTR Pulau Papua adalah :

a. Tersedianya landasan hukum yang mengikat bagi pemerintah dan pemerintah

daerah sesuai tugas dan fungsi kewenangannya dalam mengoperasionalkan RTRWN

di Pulau Papua;

b. Terarahnya pengembangan Pulau Papua secara lebih terpadu dan sinergis sebagai

kesatuan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan memperhatikan potensi,

karakteristik dan daya dukung lingkungannya;

c. Terlaksananya pembangunan lintas sektor dan lintas provinsi secara lebih efektif

dan efisien serta konsisten dengan kebijakan nasional yang memayunginya.

d. Tersedianya landasan pencapaian keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas

wilayah provinsi dan lintas sektor guna mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan

ruang yang optimal;

e. Tersedianya acuan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas

wilayah provinsi.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 7

Bagian Ketiga

Peran dan Fungsi RTR Pulau

Pasal 3

Kedudukan RTR Pulau Papua adalah sebagai alat untuk mensinerjikan aspek-aspek yang

menjadi kepentingan Nasional yang direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional dengan aspek-aspek yang menjadi kepentingan daerah yang direncanakan dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 4

RTR Pulau Papua berperan sebagai acuan untuk:

a. memadukan pemanfaatan ruang lintas wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Pulau

Papua;

b. menyusun rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, kota, dan kawasan di

Pulau Papua;

c. merumuskan program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, Swasta, dan masyarakat di Pulau Papua;

d. mengendalikan pemanfaatan ruang yang diselenggarakan di seluruh wilayah Pulau

Papua.

Pasal 5

Fungsi RTR Pulau Papua adalah memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian

dan keterkaitan ruang lintas wilayah provinsi dan lintas sektor sebagai satu kesatuan

dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang.

BAB II

RENCANA TATA RUANG PULAU PAPUA

Bagian Pertama

Umum

Pasal 6

(1) RTR Pulau Papua merupakan penjabaran struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah

nasional ke dalam kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang Pulau Papua.

(2) RTR Pulau Papua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan pada peta dengan

tingkat ketelitian minimal berskala 1 : 500.000, sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Pasal 7

RTR Pulau Papua disusun berdasarkan prinsip-prinsip kebijakan sebagai berikut :

a. mendukung peningkatan serta mempekuat persatuan, kesatuan dan keutuhan

kehidupan bangsa dan pertahanan negara;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 8

b. menempatkan hak ulayat dalam penataan ruang sebagai salah satu upaya untuk

mempertahankan nilai-nilai sosial budaya setempat;

c. memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara produktif dan efisien,

agar terhindar dari pemborosan dan penurunan daya dukung lingkungan sehingga

dapat memberi manfaat sebesar-besarnya berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian dan

berkelanjutan;

d. mempertahankan kawasan lindung sekurang-kurangnya 50 persen dari luas wilayah

Pulau Papua;

e. memacu pertumbuhan ekonomi wilayah Pulau Papua melalui pengembangan sektorsektor

unggulan yang berbasis sumber daya setempat dan meningkatkan keterkaitan

antar pusat-pusat pertumbuhan;

f. menampung kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus memenuhi

fungsi sebagai pusat pelayanan usaha melalui pengembangan kawasan dan pusat

pertumbuhan;

g. meningkatkan keterkaitan yang saling menguntungkan antara kawasan andalan dan

tertinggal dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi daerah di sekitar

kawasan andalan;

h. meningkatkan ketersediaan dan kualitas, serta memperluas jangkauan pelayanan

prasarana dasar, khususnya transportasi laut yang didukung oleh transportasi antar

moda secara terpadu dan optimal dengan mengikutsertakan dunia usaha;

i. meningkatkan pengembangan wilayah pedalaman dan perbatasan yang tertinggal dan

terisolasi dengan menyerasikan laju pertumbuhan antar wilayah.

Bagian Kedua

Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang

Pasal 8

Struktur ruang Pulau Papua merupakan struktur ruang sebagaimana tercantum dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat dilihat pada Lampiran I yang merupakan

bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Pasal 9

Pola pemanfaatan ruang Pulau Papua merupakan pola pemanfaatan ruang sebagaimana

tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dapat dilihat pada

Lampiran I yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 9

BAB III

STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama

Umum

Pasal 10

(1) Strategi pemanfaatan ruang Pulau Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

(1), diwujudkan dalam RTR Pulau Papua yang berisi:

a. strategi pengembangan struktur ruang;

b. strategi pengelolaan pola pemanfaatan ruang.

(2) Strategi pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a

mencakup:

a. strategi pengembangan sistem pusat permukiman;

b. strategi pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah.

(3) Strategi pengelolaan pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

huruf b mencakup:

a. strategi pengelolaan ruang kawasan lindung;

b. strategi pengelolaan ruang kawasan budidaya.

Pasal 11

(1) Strategi perwujudan rencana tata ruang dituangkan dalam indikasi program

pembangunan.

(2) Indikasi program pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut

prioritas penanganannya diklasifikasikan ke dalam indikasi program pembangunan

prioritas tinggi, prioritas sedang, dan prioritas rendah.

(3) Indikasi program pembangunan prioritas tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun pertama.

(4) Indikasi program pembangunan prioritas sedang dan prioritas rendah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun

pertama.

Bagian Kedua

Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman

Pasal 12

(1) Pengembangan sistem pusat permukiman di wilayah Pulau Papua sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a ditekankan pada terbentuknya fungsi dan

hirarki pusat permukiman sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(2) Sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi PKN, PKW,

dan PKL sebagai satu kesatuan sistem yang berhirarki.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 10

(3) Dalam rangka mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara, dikembangkan

PKSN.

Pasal 13

Pengembangan PKN di Pulau Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)

meliputi upaya untuk :

a. mendorong pengembangan kota Sorong dan Jayapura sebagai pusat pelayanan primer

yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan;

b. mendorong pengembangan kota, dan Timika sebagai pusat pelayanan sekunder yang

sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan;

Pasal 14

Pengembangan PKW di Pulau Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)

meliputi upaya untuk :

a. mendorong pengembangan kota Fak Fak, Manokwari, Nabire, Biak, Merauke dan

Wamena sebagai pusat pelayanan sekunder yang sesuai dengan prinsip pembangunan

berkelanjutan;

b. mengendalikan pengembangan kota Bade, Muting, Arso, Ayamaru, Teminabuan, dan

Sarmi sebagai pusat pelayanan tersier yang sesuai dengan prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Pasal 15

(1) PKL di Pulau Papua ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi berdasarkan usulan

Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kriteria sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN.

(2) Pengembangan kota-kota PKL merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pengembangan sistem pusat permukiman di Pulau Papua.

Pasal 16

Pengembangan PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) di kawasan

perbatasan negara merupakan upaya untuk mendorong pengembangan kota kota Tanah

Merah, Merauke dan Jayapura.

Pasal 17

Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan

Pasal 16 dijelaskan secara lebih rinci dalam Lampiran II merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 11

Bagian Ketiga

Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 18

Strategi pengembangan jaringan prasarana dan sarana Pulau Papua sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b meliputi :

a. strategi pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat yang terdiri dari jaringan

jalan, jaringan jalur kereta api, serta jaringan transportasi sungai, danau, dan

penyeberangan;

b. strategi pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut yang terdiri dari jaringan

prasarana dan jaringan pelayanan;

c. strategi pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Udara yang terdiri dari bandar

udara dan ruang udara;

d. strategi pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Pipa;

e. strategi pengembangan Sarana Layanan Pos dan Sistem Jaringan Telekomunikasi;

f. strategi pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi dan Tenaga Listrik;

g. strategi pengembangan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Air dalam sektor pengairan

yang terdiri dari sub sektor pengembangan dan pengelolaan pengairan serta sub sektor

pengembangan dan pengelolaan sumber-sumber air lainnya;

h. strategi pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan yang terdiri dari sistem

jaringan air bersih, air limbah, drainase, dan persampahan.

Pasal 19

Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 huruf a meliputi upaya untuk:

a. membuka akses daerah terisolir dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar

wilayah;

b. meningkatkan aksesibilitas dari kawasan-kawasan andalan dan kawasan budidaya

lainnya ke tujuan-tujuan pemasaran;

c. mendukung peningkatan pemanfaatan potensi unggulan wilayah secara optimal, yang

diikuti dengan meningkatnya daya saing produk-produk unggulan di Pulau Papua;

d. mendukung pengembangan sistem kota-kota di Pulau Papua melalui pengintegrasian

sistem transportasi antar moda;

a. Jaringan jalan di Pulau Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan

secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem transportasi nasional;

b. Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diupayakan

sebagai kesatuan intra dan antar moda transportasi dengan sistem jaringan

transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan

transportasi udara.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 12

Pasal 20

Strategi pengembangan sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

huruf a meliputi upaya untuk :

a. mengembangkan jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a

meliputi upaya untuk menghubungkan daerah-daerah yang mempunyai potensi baik

penumpang maupun barang;

b. mengembangkan jaringan kereta api di Pulau Papua dikembangkan secara terpadu

sebagai satu kesatuan sistem transportasi nasional;

c. Jaringan kereta api di Pulau Papua dikembangkan sebagai satu kesatuan intra dan

antar moda transportasi dengan sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan

transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara;

d. mewujudkan keterpaduan sistem transportasi wilayah Papua, Nasional, dan subregional

ASEAN;

e. mewujudkan keterpaduan sistem jaringan jalur kereta api dengan sistem jaringan

transportasi lainnya;

f. mengembangkan strasiun kereta api sebagai simpul jaringan jalur kereta api diarahkan

pada kota-kota PKN dan PKW sebagai mana disebut dalam Pasal 13 dan Pasal 14.

Pasal 21

Strategi pengembangan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi upaya untuk:

a. berdasarkan kondisi geografisnya, pengembangan jaringan transportasi sungai dan

penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a diarahkan pada

pengembangan angkutan penyeberangan di bagian utara wilayah Papua, sementara di

bagian selatan wilayah Papua diarahkan pada angkutan sungai guna menjangkau

wilayah pedalaman dan terpencil;

b. mengembangkan jaringan transportasi sungai meliputi upaya untuk menjangkau

daerah-daerah pedalaman yang belum dijangkau oleh jaringan jalan maupun sistem

jaringan transportasi udara;

c. mengembangkan jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 14 huruf a meliputi upaya untuk:

i) meningkatkan aksesibilitas daerah dan pulau-pulau terpencil;

ii) menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh perairan;

d. Jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan di Pulau Papua sebagaimana

dimaksud pada pasal 14 huruf a dikembangkan secara terpadu sebagai satu kesatuan

sistem transportasi nasional;

e. Pengembangan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan diupayakan sebagai

kesatuan intra dan antar moda transportasi dengan sistem jaringan transportasi

darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 13

Pasal 22

Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 huruf b meliputi upaya untuk:

a. meningkatkan efisiensi dan skala ekonomi investasi pengembangan pelabuhan laut

baik pelabuhan umum maupun pelabuhan khusus sesuai dengan komoditas yang

dominan (misalnya perikanan);

b. meningkatkan kelancaran proses koleksi dan distribusi orang dan barang dalam

rangka mendukung pengembangan ekonomi wilayah;

c. meningkatkan aksesibilitas dari kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya ke

tujuan pemasaran, baik ke kawasan sub-regional ASEAN, Asia Pasifik, maupun

kawasan internasional lainnya;

d. meningkatkan volume perdagangan dalam negeri dan ekspor-impor melalui

pelabuhan;

e. mengembangkan sistem jaringan transportasi laut antar provinsi, antar pulau, dan

antar negara;

f. mengembangkan sistem jaringan transportasi laut antar-negara yang sesuai dengan

kebutuhan ekspor-impor perekonomian, pertahanan negara dan kepentingan nasional

lainnya;

g. mengembangkan sistem jaringan transportasi laut Papua sebagaimana secara terpadu

sebagai satu kesatuan sistem transportasi wilayah Papua, nasional, dan internasional;

h. mewujudkan keterpaduan sistem jaringan transportasi laut dengan sistem jaringan

transportasi lainnya.

Pasal 23

Strategi pengembangan jaringan prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 huruf c meliputi upaya untuk:

a. memantapkan fungsi bandar udara pusat penyebaran di wilayah Pulau Papua dalam

rangka meningkatkan aksesibilitas antar kota dalam lingkup wilayah Pulau Papua

maupun antar kota dalam lingkup nasional dan internasional;

b. mendukung pengembangan potensi pariwisata pada lokasi-lokasi yang sangat potensial;

c. membuka dan memantapkan jalur-jalur penerbangan internasional antara kota-kota

PKN dengan negara tetangga dan negara-negara pusat pemasaran produksi dan jasa

dari Pulau Papua, khususnya ke kawasan sub-regional ASEAN.

a. mengembangkan sistem jaringan transportasi udara Pulau Papua secara terpadu

sebagai satu kesatuan sistem transportasi wilayah Papua, nasional, dan

internasional;

b. mewujudkan keterpaduan sistem jaringan transportasi udara dengan sistem

jaringan transportasi lainnya;

c. mengembangkan sistem jaringan transportasi udara secara dinamis dengan

memperhatikan tatanan kebandarudaraan nasional.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 14

Pasal 24

(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi pipa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

18 huruf d, merupakan upaya untuk efisiensi distribusi barang khususnya barang cair

dan gas dengan memperhatikan perkembangan teknologinya.

(2) Pengembangan jalur-jalur pipa dapat dilakukan di daratan dan perairan disesuaikan

dengan kebutuhan dan harus memperhatikan persyaratan keamanan, keselamatan,

dan kelestarian lingkungan.

Pasal 25

Pengembangan dan penyediaan sarana layanan pos dan sistem jaringan telekomunikasi

untuk keperluan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, diarahkan untuk:

a. mengembangkan dan menyediakan sarana layanan pos dan telekomunikasi ke seluruh

wilayah Indonesia dan dalam hubungan antar bangsa;

b. melayani kebutuhan masyarakat dan membuka keterisoliran wilayah pedalaman dan

terpencil.

Pasal 26

Pengembangan sistem jaringan prasarana energi dan tenaga listrik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 huruf f meliputi upaya untuk:

a. mengatasi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan tenaga listrik baik

untuk jangka pendek maupun jangka panjang;

b. memberikan dukungan yang optimal bagi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah

potensi sektor-sektor unggulan pada kawasan budidaya dan pusat-pusat permukiman;

c. memanfaatkan potensi energi setempat/lokal termasuk energi terbarukan seperti

mikrohidro, surya, biomassa, dan panas bumi;

d. mengembangkan jaringan transmisi dan distribusi listrik di kawasan tertinggal,

terpencil, dan terisolasi, termasuk gugus pulau-pulau kecil;

e. mengembangkan sistem jaringan prasarana energi dan tenaga listrik yang selaras

dengan pengembangan kawasan budidaya dan pusat-pusat permukiman.

Pasal 27

Strategi pengembangan sistem pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 huruf g meliputi upaya untuk:

a. menjamin kelestarian fungsi sarana dan prasarana sumberdaya air melalui

pengamanan kawasan-kawasan tangkapan air;

b. menyediakan prasarana air baku untuk menunjang pengembangan sentra-sentra

pangan, kawasan perkebunan, kawasan permukiman perkotaan, kawasan industri

dan sumber tenaga air secara berkelanjutan untuk mendukung pengembangan

kawasan-kawasan andalan dan pusat koleksi-distribusi;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 15

c. menjamin ketersediaan air baku bagi kawasan-kawasan sentra pangan nasional,

pusat-pusat permukiman, kawasan industri, kawasan pariwisata dan sebagainya,

serta kota-kota strategis yang meliputi kota besar, ibukota provinsi, dan

kabupaten/kota melalui konservasi daerah tangkapan air;

d. menanggulangi dampak bencana alam yang terkait dengan air, diantaranya banjir,

longsor, dan kekeringan;

e. merehabilitasi dan mencegah terjadinya proses pendangkalan danau-danau besar,

seperti di Danau Sentani, Danau Ayamaru, Danau Bian, dan Danau Enarotali;

f. mempertahankan kawasan karst sebagai kawasan penyimpan cadangan air tanah;

g. mengembangkan sistem pengelolaan sumber daya air dengan mengacu pada Pola

Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pasal 28

(1) Strategi pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 huruf h meliputi upaya untuk:

a. meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan prasarana dan sarana dasar

perkotaan yang terdiri atas air bersih, air limbah, drainase, persampahan, jalan

kota, listrik dan telekomunikasi secara terpadu dalam rangka memantapkan

fungsi kota;

b. mengembangkan kerjasama pengelolaan prasarana dan sarana dasar perkotaan,

khususnya antara kota-kota yang bertetangga;

c. menjamin keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan sesuai

dengan tingkat pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk perkotaan;

d. mempertahankan kualitas lingkungan perkotaan dari ancaman pencemaran air,

udara dan tanah.

(2) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana perkotaan adalah melalui

penyusunan Rencana Induk Sistem Prasarana dan Sarana Perkotaan untuk

keterpaduan program pembangunan yang meliputi upaya untuk:

a. meningkatkan kualitas dan kapasitas, serta memperluas instalasi pengolahan dan

jaringan air bersih perpipaan melalui pengembangan sistem transmisi dan

distribusi;

b. meningkatkan kapasitas dan memperluas jaringan pelayanan Satuan Sambungan

Telepon pada kawasan perkotaan;

c. meningkatkan kapasitas dan memperluas jaringan distribusi listrik;

d. meningkatkan kapasitas dan memperluas cakupan pelayanan pengelolaan air

limbah perkotaan;

e. meningkatkan kapasitas dan memperluas cakupan pelayanan pengelolaan

persampahan yang mencakup kegiatan pengumpulan, pengangkutan,

pendaurulangan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah;

f. meningkatkan kapasitas dan memperluas cakupan pelayanan prasarana drainase

perkotaan yang terintegrasi dengan sistem drainase wilayah untuk pengendalian

banjir dan genangan;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 16

g. meningkatkan kapasitas dan memperluas jaringan prasarana jalan kota, termasuk

mengembangkan jalan lingkar untuk mengatasi aliran lalulintas menerus pada

kawasan perkotaan sesuai dengan ketentuan teknis yang ada.

h. mengendalikan pencemaran lingkungan perkotaan terhadap air permukaan, air

tanah, udara, tanah dan laut.

Bagian Keempat

Strategi Pengelolaan Ruang Kawasan Lindung

Pasal 29

Strategi pengelolaan ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(3) huruf a meliputi upaya untuk:

a. strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada

kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut,

kawasan resapan air dan kawasan mangrove;

b. strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan setempat

yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk

serta kawasan sekitar mata air;

c. strategi pengelolaan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar

budaya;

d. strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana alam.

Pasal 30

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan

bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a meliputi upaya untuk:

a. mempertahankan luasan kawasan hutan lindung sebagai hutan dengan tutupan vegetasi

tetap;

b. mempertahankan fungsi hutan lindung sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir,

dan erosi;

c. mempertahankan keberadaan hutan lindung agar kesuburan tanah pada hutan lindung

dan daerah sekitarnya dapat terpelihara;

d. melindungi ekosistem bergambut yang khas serta mengkonservasi cadangan air tanah;

e. memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada zona-zona resapan air

tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir;

f. merehabilitasi hutan lindung yang telah mengalami kerusakan;

g. merehabilitasi luasan hutan mangrove sebagai ekosistem esensial pada kawasan

pesisir.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 17

Pasal 31

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan setempat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b meliputi upaya untuk :

a. melindungi kawasan sempadan pantai dari gangguan kegiatan budidaya yang dapat

mengganggu kelestarian fungsi pantai;

b. melindungi kawasan sempadan sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu

dan/atau merusak kualitas air sungai, kondisi fisik bantaran sungai, dan dasar sungai,

aliran sungai, serta yang dapat meningkatkan daya rusak air;

c. melindungi kawasan sekitar danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat

mengganggu ketersediaan air, dan/atau merusak kualitas air danau, serta kelestarian

fungsi danau/waduk;

d. melindungi kawasan sekitar mata air dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu

ketersediaan air, dan/atau merusak kualitas air serta kelestarian fungsi mata air.

Pasal 32

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c meliputi upaya untuk:

a. melestarikan cagar alam dan cagar alam laut beserta segenap flora dan ekosistem

didalamnya yang tergolong unik dan/atau langka sehingga proses alami yang terjadi

senantiasa dalam keadaan stabil;

b. melestarikan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut beserta segenap fauna

yang tergolong unik dan atau langka, serta komunitas biotik dan unsur fisik lingkungan

lainnya;

c. melestarikan taman nasional dan taman nasional laut dengan segenap kekhasan dan

keindahan ekosistemnya yang penting secara nasional maupun internasional untuk

tujuan keilmuan, pendidikan, dan pariwisata;

d. melestarikan taman wisata alam, taman wisata laut, dan taman buru dengan segenap

keunikan alam dan ekosistemnya yang alami sehingga dapat dimanfaatkan untuk

kegiatan rekreasi dan pariwisata;

e. melestarikan cagar budaya yang berisikan benda-benda bersejarah peninggalan masa

lalu, dan/atau segenap adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi setempat, serta unsur

alam lainnya yang unik.

Pasal 33

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 huruf d meliputi upaya untuk:

a. melindungi resiko gangguan dan ancaman langsung maupun tidak langsung dari

terjadinya bencana alam;

b. melindungi aset-aset sosial ekonomi masyarakat yang berupa prasarana,

permukiman, dan kawasan budidaya dari gangguan dan ancaman bencana alam;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 18

c. menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana alam berdasarkan

siklus bencana melalui upaya mitigasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan

rencana tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan

bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana;

d. menyiapkan peta bencana alam yang dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah

provinsi, kabupaten, dan kota;

e. menetapkan kawasan rawan bencana alam dan wilayah pengaruhnya, serta

membatasi pengembangan wilayah di sekitar kawasan rawan bencana alam.

Bagian Kelima

Strategi Pengelolaan Ruang Kawasan Budidaya

Pasal 34

Strategi pengelolaan ruang kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(3) huruf b meliputi upaya untuk:

a. strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya pertanian tanaman pangan dan

perkebunan;

b. strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya kelautan dan perikanan;

c. strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya kehutanan;

d. strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya pariwisata;

e. strategi pengelolaan ruang pada kawasan permukiman;

f. strategi pengelolaan ruang pada kawasan pertambangan;

g. strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan dan kawasan andalan laut

h. strategi pengelolaan ruang pada kawasan tertentu.

Pasal 35

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya pertanian dan perkebunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a meliputi upaya untuk:

a. mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis nasional;

b. meningkatkan kualitas fungsi kawasan budidaya pertanian tanaman pangan dan

perkebunan;

c. mengatur pemanfaatan ruang untuk terwujudnya keseimbangan kepentingan

kesejahteraan dan keamanan demi menghindari terjadinya konflik kepentingan baik

sosial ekonomi maupun fisik;

d. mengatur pemanfaaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara efisien dan

efektif bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kegiatan usaha;

e. mengatur pemanfaatan ruang untuk mendorong pengembangan industri pengolahan

produk pertanian tanaman pangan dan perkebunan untuk meningkatkan nilai tambah.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 19

Pasal 36

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan budidaya kelautan dan perikanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 huruf b meliputi upaya untuk:

a. mengoptimalkan pemanfaatan potensi kelautan, perikanan tangkap, dan perikanan

budidaya secara berkelanjutan melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan kelautan

dan perikanan yang terpadu dengan pusat-pusat koleksi dan distribusi;

b. mendorong peningkatan nilai tambah manfaat hasil-hasil perikanan yang didukung oleh

fasilitas pelayanan informasi dan jasa terpadu serta industri pengolahan ikan yang

memiliki dukungan akses yang baik ke pasar;

c. mengembangkan kerjasama perdagangan/pemasaran dengan daerah-daerah produsen

lainnya dan kerjasama perdagangan antar negara;

d. mengelola pulau-pulau kecil yang secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat.

Pasal 37

Strategi pengelolaan ruang kawasan budidaya kehutanan sebagaimana dimaksud pada

dalam Pasal 34 huruf c meliputi upaya untuk:

a. mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui pemantapan kondisi kawasan hutan,

perencanaan, pengamanan dan perlindungan hutan yang terpadu melalui pengendalian

penebangan liar dan penanggulangan kebakaran hutan serta rehabilitasi kawasan hutan

kritis;

b. memenuhi bahan baku industri hilir dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri

(HTI) dan pengembangan hutan rakyat;

c. memperkuat kelembagaan masyarakat dalam rangka mitra sepaham pembangunan

kehutanan dan peningkatan kesejahteraan;

d. menghindari terjadinya konflik kepentingan/penguasaan lahan/kawasan hutan;

e. mengembangkan kerjasama dengan lembaga peneliti lokal/regional /internasional

dalam rangka mengembangkan produk hasil hutan;

f. mendorong pengembangan industri pengolahan produk kehutanan untuk meningkatkan

nilai tambah.

Pasal 38

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 huruf d didasarkan atas strategi untuk mengembangkan kawasan pariwisata tanpa

merusak lingkungan hidup maupun budaya setempat.

Pasal 39

(1) Strategi pengelolaan ruang pada kawasan-kawasan permukiman sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 huruf e meliputi pusat-pusat permukiman perkotaan dan

pusat-pusat permukiman perdesaan.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 20

(2) Strategi pengelolaan ruang pada kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi upaya untuk:

a. mendorong pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan sebagai desa

pusat pertumbuhan terutama wilayah desa yang mempunyai potensi cepat

berkembang dan dapat meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya;

b. mendorong pengembangan permukiman sub-urban atau kota baru pada daerah

peripheral kota-kota metropolitan dan kota besar untuk memenuhi kebutuhan

perumahan pada kota-kota tersebut dan sekaligus berperan sebagai penyaring

arus migrasi desa-kota.

Pasal 40

Strategi pengelolaan ruang pada kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 34 huruf f meliputi upaya untuk:

a. mengembangkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya energi dan mineral secara

optimal dengan memperhatikan daya dukung lingkungan secara makro dan mikro;

b. mencegah pemanfaatan sumber daya pertambangan secara ilegal terutama untuk

mengurangi dampak lingkungan terhadap wilayah sekitarnya.

Pasal 41

(1) Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 huruf g meliputi upaya untuk:

a. mengembangkan potensi sektor-sektor unggulan di setiap kawasan andalan secara

optimal dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan

berkelanjutan;

b. merevitalisasi kawasan andalan di Pulau Papua sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi wilayah;

c. memantapkan keterkaitan antar kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi

kawasan;

d. meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produksi kawasan melalui pengembangan

industri maritim, agroindustri, manufaktur, dan petrokimia;

e. meningkatkan intensitas dan perluasan jangkauan promosi investasi kawasan, baik

melalui kerjasama ekonomi bilateral antara Indonesia-Papua Nugini, Indonesia-

Australia, kerjasama ekonomi sub regional segitiga pertumbuhan Brunei-Indonesia-

Malaysia-Philipina, maupun kerjasama ekonomi internasional;

f. meningkatkan fungsi dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kawasan;

g. meningkatkan aksesibilitas antar kota di dalam kawasan dan ke tujuan-tujuan

pemasaran melalui keterpaduan pengembangan sistem transportasi antar moda;

h. mengurangi dampak negatif pengembangan kawasan terhadap lingkungan sekitar;

i. menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan prosedur

perizinan di kawasan andalan.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 21

(2) Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 34 huruf g meliputi upaya untuk:

a. mengembangkan potensi sumberdaya kelautan secara optimal dengan

memperhatikan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan;

b. mengembangkan pusat pengolahan hasil produksi kelautan untuk meningkatkan

nilai tambahnya termasuk pengembangan pelabuhan khusus untuk mendukung

kegiatan ekspor-impor;

c. meningkatkan aksesibilitas dari kawasan andalan laut ke kota-kota di wilayah

pesisir dan tujuan-tujuan pemasaran melalui pembangunan prasarana dan sarana

transportasi;

d. mengurangi dampak negatif pengembangan kawasan andalan laut terhadap

kawasan lindung di sekitarnya;

e. mengembangkan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau sebagai

pendorong kegiatan ekonomi lokal, regional, dan nasional melalui pengembangan

investasi, terutama pada bidang pariwisata bahari.

Pasal 42

(1) Untuk mendukung pemanfaatan ruang nasional telah ditetapkan kawasan tertentu

sebagaimana disebutkan dalam RTRWN.

(2) Pemanfaatan ruang pada kawasan konservasi keanekaragaman hayati di Pulau Papua

meliputi upaya untuk:

a. menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, baik di dalam maupun di luar

kawasan konservasi dari ancaman konversi lahan ke budidaya;

b. meningkatkan nilai manfaat keanekaragaman hayati melalui pengembangan

ekowisata.

(3) Pemanfaatan ruang pada kawasan perbatasan lintas wilayah negara meliputi upaya

untuk :

a. menjaga dan mengamankan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia

di Pulau Papua, termasuk pulau-pulau kecil dan gugus kepulauan;

b. mengembangkan kawasan perbatasan dengan menganut keserasian antara prinsip

keamanan dan prinsip kesejahteraan masyarakat;

c. mengembangkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan sekaligus pintu

gerbang menuju dunia internasional;

d. mengembangkan pola-pola kerjasama pembangunan lintas batas dengan negara

tetangga;

e. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pada kawasan perbatasan secara

selektif yang didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai;

f. memaduserasikan struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perbatasan

dengan wilayah negara tetangga.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 22

(4) Pemanfaatan ruang pada kawasan Timika meliputi upaya untuk:

a. meminimalkan dampak negatif akibat kegiatan pertambangan untuk menjaga

kelestarian lingkungan sekitar;

b. meningkatkan hasil guna pertambangan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat setempat;

c. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral sesuai dengan daya dukung

lingkungannya;

d. mengembangkan dan menyebar sektor-sektor ikutan khususnya industri derivatif

dari sektor pertambangan di daerah sekitarnya;

e. membatasi eksploitasi pertambangan ke kawasan lindung;

f. merehabilitasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan;

g. mengendalikan perkembangan permukiman penduduk di sekitar lokasi

pertambangan.

Bagian Keenam

Program Pemanfaatan Ruang dan Pembiayaan

Pasal 43

a. Program pemanfaatan ruang yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah provinsi

disusun dengan mengacu pada RTR Pulau Papua.

b. Penyusunan program pemanfaatan ruang dan pembiayaannya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan sistem dan mekanisme perencanaan

pembangunan nasional dan daerah, yang disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan

yang bersumber dari APBN, APBD maupun sumber-sumber pembiayaan lainnya yang

sah.

c. Program pemanfaatan ruang Pulau Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dijabarkan lebih lanjut ke dalam program Departemen/Badan/

Lembaga/Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup kewenangan

masing-masing.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penyusunan program sektor dan daerah

dalam rangka penjabaran RTR Pulau Papua lebih lanjut diatur dalam bentuk pedoman

yang ditetapkan oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang penataan

ruang.

Pasal 44

Indikasi program pembangunan sistem jaringan jalan Papua sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 menurut prioritas penanganannya meliputi :

(1) Pengembangan jaringan jalan di Pulau Papua menurut prioritas penanganannya

meliputi:

a. penanganan 11 ruas jalan strategis yaitu ruas-ruas: Nabire-Wagete-Enarotali,

Jayapura-Nimbrokang-Sarmi, Serui-Menawi-Saubeba, Timika-Mapurujaya-Pomako,

Jayapura-Wamena-Mulia, Merauke-Tanah Merah-Waropko, Hamadi-HoltekampRaperpres

RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 23

Skouw (perbatasan dengan Negara Papua Nugini), Sorong-Klamono-Ayamaru-

Maruni, Manokwari-Maruni-Mameh-Bintuni, Sorong-Makbon-Mega, Fakfak-

Hurimber-Bomberay.

Pasal 45

Indikasi program pembangunan Pengembangan sistem jaringan kereta api di Pulau Papua

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diwujudkan secara bertahap menurut prioritasnya:

Jayapura-Sarmi, Sarmi-Nabire, Nabire-Manokwari, Manokwari-Sorong, Nabire-Timika, dan

Merauke-Jayapura.

Pasal 46

Indikasi program pembangunan jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan di

Pulau Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi upaya untuk:

b. mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas provinsi dengan

interaksi kuat, meliputi: Sorong-Patani, Sorong-Wahai, Fak-fak-Wahai, Sorong-Biak,

Timika-Dobo, dan Merauke-Dobo;

c. mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar

kabupaten/kota dengan interaksi kuat, meliputi: Biak Jayapura, Biak-Nabire, Serui-

Biak, Serui-Nabire, Mapurajaya-Pomako, Tanah Merah-Merauke;

d. mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas dalam

kabupaten/kota dengan interaksi kuat, meliputi: Jefman-Kalobo, Sorong-Seget, Seget-

Mogem, Seget-Taminabuan, Serui-Waren, Agats-Ewer, Biak-Numfor, Merauke-Atsy,

Atsy-Asgon, Atsy-Agats, Merauke-Poo, Tanah Merah-Kepi.

Pasal 47

Indikasi program pengembangan simpul jaringan prasarana pelabuhan laut sebagai bagian

dari sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 menurut

prioritas penanganannya meliputi:

a. Pelabuhan Nasional di Manokwari, Sorong, Biak, Jayapura, Merauke, Pomako, dan

Kaimana;

b. Pelabuhan Nasional di Sorong diarahkan menjadi pelabuhan umum internasional dan

pelabuhan khusus untuk komoditas migas dan perikanan.

Pasal 48

Indikasi program pengembangan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23 dilakukan secara dinamis dengan memperhatikan tatanan kebandarudaraan

nasional dengan prioritas penanganan meliputi:

a. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan sekunder untuk

pengembangan wilayah dengan prioritas tinggi di Mopah – Merauke Frans Kaisepo –

Biak dan Sentani – Jayapura;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 24

b. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier untuk pengembangan

wilayah dengan prioritas sedang di Frans Kaisepo – Biak, Rendani – Manokwari, Mopah

Merauke, Nabire – Nabire, Jeffman Domine Eduard Osok – Sorong, Timika – Timika,

dan Wamena - Wamena;

c. Bandar Udara bukan pusat penyebaran untuk pengembangan wilayah dengan prioritas

sedang di Toreo-Fak-fak, Utarom, Bintuni, Ijahabra, Wasior, Babo, Anggi, Kebar,

Ransiki, Inanwatan, Taminabuan, Ayawasi, Kambuaya (Ayawaru), Werur, Merdei,

Kokonao, Akimuga, Ombano, Moanamani, Kebo, Waghete (Waghete Baru), Bilai,

Bilorai, Enarotali, Sudjarwo, Tjondronegoro, Numfor, Tanah Merah, Kepi,

Mindiptanah, Senggo, Bomakia, Ewer, Bade, Kamur, Kimam, Manggelum, Bokondini,

Oksibil, Batom, Ilaga, Elelim, Illu, Karubaga, Kelila, Kiwirok, Tiom, Yuruf, Mulia,

Mararena, Leleh, Molof, Dabra, Okaba, Senggeh, Ubrub, Waris, Klamono, Bako dan

Manam.

Pasal 49

Indikasi program pengembangan sistem prasarana jaringan prasarana energi dan tenaga

listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 menurut prioritas penanganannya meliputi:

pengembangan sistem jaringan prasarana energi dan tenaga listrik menurut prioritas

penanganannya meliputi peningkatan kapasitas tenaga listrik pada PLTA Genyem, PLTD

Biak, PLTD Fak-fak, PLTD Jayapura, PLTD Manokwari, PLTD Merauke, PLTD Nabire, PLTD

Raha, PLTD Serui, PLTD Sorong, PLTD Timika, PLTM Prafi, PLTM Amai, PLTM Tatui, dan

PLTM Ransiki.

Pasal 50

Indikasi program pengembangan sistem pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 menurut prioritas penanganannya meliputi :

h. penanganan wilayah-wilayah sungai yang berada pada kondisi kritis, yaitu Satuan

Wilayah Sungai Mamberamo, Wasi-Kais Omba, dan Digul Bikuma;

i. penerapan konsep “Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan Terpadu” dari hulu

hingga hilir;

j. pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada sentra-sentra

produksi pangan nasional meliputi kawasan pertanian tanaman pangan, yang meliputi

kawasan Inanwatan, Bintuni, Digul Bawah, Merauke, Manokwari, dan Nabire;

k. penyediaan air baku untuk mendukung pengembangan kawasan budidaya perkebunan

di Pulau Papua, meliputi kawasan Manokwari, Bintuni, Mimika, Kaimana, Nabire, Boven

Digoel, Waropen, Sarmi, Jayapura, Kerom;

l. perlindungan daerah tangkapan air, sempadan sungai, sempadan waduk dan danau dari

pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

m. penghutanan kembali kawasan-kawasan konservasi pada hulu danau-danau kritis di

Pulau Papua, meliputi hulu Danau Sentani, Danau Ayamaru, Danau Bian, dan Danau

Enarotali;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 25

n. pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat yang bersumber

dari kegiatan pertambangan, permukiman perkotaan, pertanian, industri, dan kegiatan

pariwisata.

Pasal 51

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada

kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 meliputi upaya untuk:

a. mempertahankan luasan hutan lindung Pulau Papua dengan lokasi dan luasan yang

diatur oleh departemen terkait;

b. mencegah terjadinya erosi dan/atau sedimentasi pada kota-kota atau kawasankawasan

budidaya khususnya yang berada pada kelerengan terjal;

c. memanfaatkan kawasan bergambut yang mempunyai kedalaman kurang dari 3 meter

melalui pemanfaatan yang berkelanjutan;

d. mempertahankan keberadaan zona-zona resapan air di Pulau Papua;

e. mempertahankan dan meningkatkan keberadaan hutan mangrove di Cagar Alam Teluk

Bintuni, Taman Nasional Lorentz bagian selatan, Kabupaten Sorong bagian selatan,

Teluk Cendrawasih, dan sebelah utara Waropen.

Pasal 52

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada

kawasan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 meliputi upaya untuk:

a. menetapkan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW

Provinsi, Kabupaten/Kota;

b. menetapkan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW

Provinsi, Kabupaten/Kota, meliputi Satuan Wilayah Sungai Memberamo, Wasi-Kais

Omba, Eilanden Edera, dan Digul Bikuma;

c. menetapkan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan berfungsi lindung pada

RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota meliputi Danau Sentani, Danau Ayamaru, dan Danau

Bian;

d. menetapkan kawasan sekitar mata air sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW

Provinsi, Kabupaten/Kota.

Pasal 53

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang suaka alam, pelestarian alam dan

cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 meliputi upaya untuk:

a. mengelola Cagar Alam yang meliputi CA Pegunungan Cyclops (22.500 ha), CA Enarotali

(300.000 ha), CA Pulau Waigeo Barat (95.200 ha), CA Batanta Barat (16.749,08 ha), CA

Pegunungan Arfak (68.325 ha), CA Salawati Utara (57.000 ha), CA Biak Utara (6.138,04

ha), CA Yapen Tengah (119.140,75 ha), CA Pulau Supriori (42.000 ha), CA Wondiboy

(73.022 ha), CA Tamrau Selatan (350.000 Ha), CA Misool Selatan (84.000 ha), CA Teluk

Bintuni (124.850,90 ha), CA Mioswar (11.089,35 ha), CA Sau Sapor (62.660 ha), CA

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 26

Pegunungan Fakfak (34.391 ha), CA Pegunungan Kumawa (97.089, 38 ha), CA Bopol

(92.704 ha), CA Wailan (22.000 ha), CA Kofiau (7.747 ha) ;

b. mengelola Suaka Margasatwa dan Suaka Marga Satwa Laut yang meliputi SML Kep.Raja

Ampat (60.000 ha), SML Sabuda Tataruga (5.000 ha), SML Kep Panjang (271.630 ha) SM

Foja (2.018.000 ha), SM Jayawijaya (800.000 ha), SM Danau Bian (69.390 ha), SM Pulau

Dolok (664.627,97 ha), SM Mubrani – Kaironi- Sidei – Wibain (9142,63 ha), SM Pulau

Anggrameos (2.086,29 ha);

c. mengelola Taman Nasional dan Taman Nasional Laut yang meliputi TNL Teluk

Cendrawasih (1.453.500 ha), TN Lorentz (2.450.000 ha), TN Wasur (413.810 ha);

d. mengelola Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut dan yang meliputi TWA Klamono

(1.909,37 ha), TWA Beriat (9.193,75 ha), TWL Kep. Padaido (183.000 ha), TWA Teluk

Yoteta (1.675 ha).

Pasal 54

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 meliputi upaya untuk :

a. kawasan rawan gempa bumi terutama di sebagian besar wilayah Papua meliputi pesisir

utara Kota Manokwari, pesisir utara Pulau Papua, Nabire, P. Yapen, dan P. Biak;

b. kawasan rawan banjir terutama di wilayah Sorong, Nabire, Waropen, Sarmi, Kabupaten

dan Kota Jayapura, dan Merauke;

c. kawasan rawan gerakan tanah atau longsor terutama di wilayah Jayapura bagian

tengah, Manokwari, Fak Fak, Puncak Jaya, Jayawijaya, dan Pulau Waigeo;

d. kawasan potensi terkena dampak kenaikan paras air laut akibat fenomena pemanasan

global terutama di sepanjang pantai barat Papua, meliputi wilayah sepanjang

Manokwari dan Mimika-Merauke.

Pasal 55

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan budidaya pertanian dan perkebunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 menurut prioritas penanganannya meliputi:

a. sentra produksi pangan terutama di Kabupaten: Inanwatan, Bintuni, Digul Bawah,

Wamena, Merauke, Nabire, Jayapura, dan Manokwari;

b. sentra perkebunan terutama di Kabupaten: Manokwari, Bintuni, Mimika, Kaimana,

Nabire, Waropen, Sarmi, Jayapura, Kerom, Merauke dan Boven Digoel.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 27

Pasal 56

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan budidaya kelautan dan perikanan dalam

Pasal 36 menurut prioritas penanganannya meliputi:

a. perikanan budidaya laut di Kepulauan Raja Ampat, pesisir selatan Kabupaten Kaimana,

Teluk Cenderawasih, dan Jayapura;

b. pengembangan perikanan tangkap meliputi wilayah:

(i) Laut Papua Utara dikembangkan untuk penangkapan ikan dengan pusat kegiatan di

Sorong, Biak, dan Jayapura.

(ii) Laut Kepala Burung – Teluk Bintuni dikembangkan untuk penangkapan ikan dengan

pusat kegiatan di Sorong.

(iii) Laut Papua Selatan dikembangkan untuk penangkapan ikan dengan pusat kegiatan

di Timika, Merauke, dan Kaimana.

c. perikanan budidaya air payau (tambak) di Sarmi, Sorong Selatan dan Yapen Waropen;

d. perikanan budidaya air tawar (kolam) di Kabupaten Jayawijaya, Jayapura dan

Manokwari.

Pasal 57

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan budidaya kehutanan dalam Pasal 37

menurut prioritas penanganannya meliputi:

g. pembangunan sentra produksi hasil hutan (kayu dan non kayu) di Kabupaten Sorong,

Teminabuan, Manokwari, Bintuni, Fak fak, Kaimana, Nabire, Waropen, Enarotali,

Mimika, Jayapura, Kerom, Sarmi, Yahukiumo, dan Boven Digoel;

h. pengembangan kawasan hutan produksi sebagai sentra industri pengolahan hasil hutan

(kayu dan non kayu) di Kota Sorong, Fak fak, Biak, Serui, Bintuni, dan Merauke;

i. pembangunan kawasan hutan penunjang industri pariwisata di Kabupaten Sorong,

Wondama, Enarotali, Mimika, Puncak Jaya, Wamena, Sarmi, Yahukiumo, Pegunungan

Bintang, serta Merauke.

Pasal 58

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan budidaya pariwisata sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 meliputi upaya untuk:

a. mengembangkan wisata alam di TN Lorentz, TN Wasur, Raja Ampat dan Danau Sentani;

b. mengembangkan wisata bahari di TWA Laut Kep. Padaido, Teluk Cenderawasih dan

Pantai Tanjung Kasuari;

c. mengembangkan pariwisata budaya terutama di Gua Abba, Biak, Pulau Doom,

Bokondini, Lembah Baliem, Candi Kariwari, Jembatan Sinakma, serta Tanah Tingii

Skyline.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 28

Pasal 59

Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40 meliputi upaya untuk:

a. Kawasan pertambangan batubara, minyak bumi dan gas di sebagian besar Kabupaten

Merauke, Timika, Kaimana, Fakfak, Bintuni, Teminabuan, Sorong, Manokwari, dan

Pantai Utara Papua;

b. Kawasan pertambangan bahan galian logam di Kabupaten Merauke, Timika, Manokwari,

Sorong, Jayapura, Fak fak, Nabire, dan Pulau Waigeo.

Pasal 60

(1) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan andalan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 ayat (1) menurut prioritas penanganannya meliputi Kawasan Andalan

Manokwari dsk, Fak-fak dsk, Sorong dsk, Timika (Tembagapura) dsk, Biak, Nabire dsk

(Aran Moswaren, Legare), Merauke dsk, Memberamo-Lereh (Jayapura), serta Wamena

dsk.

(2) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud

Pasal 41 ayat (2) menurut prioritas penanganannya meliputi:

a. Kawasan andalan laut Teluk Cendrawasih-Biak, dsk;

b. Kawasan andalan laut Jayapura-Sarmi, dsk;

c. Kawasan andalan laut Raja Ampat-Bintuni, dsk;

(3) Pemanfaatan ruang pada pulau-pulau kecil atau gugus pulau yang diprioritaskan

penanganannya meliputi: P. Fani, P. Budd, P. Miossu, P. Bras, P. Fanildo, P. Bepondi,

dan P. Liki.

Pasal 61

(1) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 42 meliputi upaya untuk:

a. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati;

b. Kawasan Perbatasan RI (Papua) dengan Papua Nugini, Australia, dan Palau;

c. Kawasan Timika

(2) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a meliputi upaya untuk melindungi wilayah-wilayah yang

memiliki keanekaragaman hayati, terutama: habitat terumbu karang (Raja Ampat),

habitat mangrove (Teluk Bintuni), kawasan peneluran penyu laut (Manokwari-Saukorem

dan Pulau Yapen bagian Timur-Kurudu).

(3) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b meliputi:

a. wilayah daratan Papua dengan Papua Nugini dan wilayah laut Papua dengan

Australia dan Palau;

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 29

b. pulau-pulau kecil terluar pada kawasan perbatasan negara RI dengan Palau meliputi

P. Brass, P. Liki, P. Bepondi, P. Fanildo, P. Fani, dll;

c. pengembangan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan internasional, baik

berskala kecil hingga besar;

d. penerapan insentif dan disinsentif untuk pengembangan kawasan perbatasan

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

(4) Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan Timika sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c meliputi:

a. Kawasan pertambangan yang didukung oleh Kota Timika sebagai kota utama serta

kota-kota Tembagapura, Mimika, dan Amamapare sebagai kota pendukung;

b. Kegiatan pertambangan dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan

sekitar, terutama untuk melindungi Taman Nasional Lorentz;

c. Peningkatan sarana dan prasarana Kota Timika untuk mendukung

pengembangannya sebagai pusat kegiatan pertambangan dan pengembangan

kegiatan industri derivatif lainnya yang dapat memberikan nilai tambah bagi hasilhasil

pertambangan;

d. Pengembangan Bandara Timika untuk mendukung pemasaran hasil industri di

kawasan Timika;

e. Pengembangan pelabuhan laut Timika untuk tujuan ekspor-impor;

f. Pengembangan kawasan Timika sebagai pusat pelayanan ekowisata ke Taman

Nasional Lorentz.

BAB IV

STRATEGI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama

Strategi Pengawasan

Pasal 62

(1) Pengawasan pemanfaatan ruang Pulau Papua pada tingkat nasional dilakukan melalui

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

(2) Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional sebagaimana dimaksud melakukan monitoring

dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang Pulau Papua.

(3) Kinerja pemanfaatan ruang sebagai hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Presiden secara berkala sekurang-kurangnya

dua kali dalam setahun.

(4) Tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Tata

Ruang Nasional setelah memperoleh arahan Presiden.

(5) Departemen/Badan/Lembaga/Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah wajib

melaksanakan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 30

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara monitoring dan evaluasi serta tindak

lanjutnya diatur dengan Pedoman yang ditetapkan oleh Menteri yang menangani

urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.

Pasal 63

(1) Pengawasan pemanfaatan ruang Pulau Papua pada tingkat provinsi dikoordinasikan

oleh Gubernur.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Gubernur membentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(3) Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) melakukan

monitoring dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang Pulau Papua.

(4) Gubernur melaporkan penyelenggaraan pemanfaatan ruang Pulau Papua pada wilayah

administratifnya kepada Presiden melalui Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

perihal secara berkala sekurang-kurangnya dua kali setahun.

Bagian Kedua

Strategi Penertiban

Pasal 64

(1) Penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang Pulau Suawesi dilaksanakan

melalui pengenaan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Bentuk sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sanksi administratif,

sanksi pidana, dan sanksi perdata.

Pasal 65

(1) Dalam rangka penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dilaksanakan

pemeriksaan dan penyelidikan.

(2) Pemeriksaan dan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

menurut peraturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membantu

proses pemeriksaan dan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui

penyediaan data dan informasi yang berkaitan dengan pelanggaran pemanfaatan

ruang.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 31

BAB V

KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Pertama

Umum

Pasal 66

(1) Lingkup kelembagaan dalam rangka pelaksanaan strategi pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang Pulau Papua meliputi aspek organisasi kerja sama

pembangunan lintas provinsi, peran Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, peran

Gubernur, mekanisme pemberian insentif dan disinsentif dan pembinaan.

(2) Lingkup peran masyarakat dalam pelaksanaan strategi pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang Pulau Papua meliputi peran masyarakat dalam

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua

Kelembagaan

Pasal 67

(1) Gubernur se-Papua dapat membentuk lembaga kerjasama pembangunan lintas provinsi

dalam rangka koordinasi, fasilitasi, mediasi, dan pengendalian pemanfaatan ruang

Pulau Papua.

(2) Tata kerja lembaga kerjasama pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur berdasarkan kesepakatan para Gubernur.

(3) Pembiayaan dalam penyelenggaraan kerjasama pembangunan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dibebankan pada APBN, APBD Provinsi dan sumber lainnya yang tidak

mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 68

(1) Koordinasi, fasilitasi, mediasi, dan pengendalian pemanfaatan ruang Pulau Papua

dalam lingkup nasional dilakukan melalui Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

(2) Mekanisme koordinasi, fasilitasi, mediasi, dan pengendalian pemanfaatan ruang Pulau

Papua dalam lingkup nasional ditetapkan oleh Menteri yang menangani urusan

pemerintahan di bidang penataan ruang.

(3) Ketua Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional melaporkan kinerja pemanfaatan ruang

Pulau Papua kepada Presiden secara berkala sekurang-kurangnya dua kali dalam

setahun.

Pasal 69

(6) Gubernur melaksanakan koordinasi, fasilitasi, sinkronisasi, pengawasan dan

pengendalian pelaksanaan RTR Pulau Papua pada masing-masing wilayah

administratifnya.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 32

(7) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Gubernur membentuk dan atau memfungsikan Badan Koordinasi Penataan Ruang

Daerah.

(8) Dalam hal terjadi konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah provinsi,

penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme koordinasi yang melibatkan Badan

Koordinasi Penataan Ruang Daerah, lembaga kerjasama pembangunan lintas provinsi

se-Papua, dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

(9) Gubernur melaporkan kepada Presiden melalui Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

perihal penyelenggaraan pemanfaatan ruang Pulau Papua pada wilayah

administratifnya secara berkala sekurang-kurangnya dua kali setahun.

Pasal 70

(1) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan

kota dalam setiap upaya untuk mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang

sebagaimana tertuang dalam RTR Pulau Papua.

(2) Rekomendasi pemberian insentif kepada pemerintah provinsi oleh Pemerintah,

didasarkan pada hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Tim

Teknis yang ditunjuk dengan Keputusan Menteri yang menangani urusan pemerintahan

di bidang penataan ruang.

(3) Rekomendasi pemberian insentif kepada pemerintah Kabupaten/Kota didasarkan pada

hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Tim Teknis yang

ditunjuk dengan Keputusan Gubernur.

(4) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan dana alokasi

khusus dan dana dekonsentrasi, pembangunan prasarana dan sarana, dan insentif lain

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk dan mekanisme pemberian insentif

diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 71

(1) Pemerintah dapat memberikan disinsentif kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan

kota yang pemanfaatan ruang wilayahnya tidak sesuai dengan RTR Pulau Papua.

(2) Rekomendasi pemberian disinsentif kepada pemerintah provinsi oleh Pemerintah,

didasarkan pada hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Tim

Teknis yang ditunjuk dengan Keputusan Menteri yang menangani urusan pemerintahan

di bidang penataan ruang.

(3) Rekomendasi pemberian disinsentif kepada pemerintah Kabupaten/Kota didasarkan

pada hasil penilaian kinerja pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Tim Teknis

yang ditunjuk dengan Keputusan Gubenur.

(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengurangan dana

alokasi khusus dan dana dekonsentrasi, pembangunan prasarana dan sarana, dan

disinsentif lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 33

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk dan mekanisme pemberian disinsentif

diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 72

(10) Pembinaan dalam pelaksanaan RTR Pulau Papua diselenggarakan untuk

menyelaraskan dan menyerasikan pemanfaatan ruang yang bersifat lintas wilayah

provinsi dan lintas sektor.

(11) Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan

oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.

Bagian Ketiga

Peran Masyarakat

Pasal 73

(1) Pemerintah berkewajiban mendorong peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang

Pulau Papua.

(2) Dalam upaya mendorong peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilakukan sosialisasi RTR Pulau Papua secara berkesinambungan.

BAB III

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 74

(1) Rencana Tata Ruang Pulau Papua berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak

ditetapkan Peraturan Presiden ini.

(2) RTR Pulau Papua dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun setelah

berlakunya Peraturan Presiden ini.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali atas RTR

Pulau Papua diatur dengan Pedoman yang ditetapkan oleh Menteri yang menangani

urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.

Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) 34

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

(1) Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal ... 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal ...............

MENTERI HUKUM DAN HAM

REPUBLIK INDONESIA

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ….. NOMOR ….

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 1

Lampiran II

Peraturan Presiden Tentang RTR Pulau Papua:

Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Pulau Papua

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

1. Sorong PKN & PKSN Pusat Pelayanan

Primer Jasa

Pemerintahan,

Perikanan,

Pertambangan,

dan Industri.

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang berorientasi

pada kegiatan produksi hasil perikanan tangkap, industri pengolahan hasil hutan, serta hasil

pertambangan minyak dan gas bumi, batubara, dan bahan galian logam.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan untuk mendukung peran Sorong sebagai pusat pelayanan regional dan

nasional melalui kerjasama dengan pihak swasta secara selektif.

Pembangunan pelabuhan perikanan serta sarana dan prasarana pendukung kegiatan perikanan guna

mendorong Kota Sorong menjadi pusat kegiatan perikanan nusantara.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil hutan, bahan tambang dan perikanan tangkap yang

komplementer dengan keberadaan Pelabuhan NasionalSorong yang diarahkan menjadi pelabuhan

internasional.

Meningkatkan aksesibilitas kota Sorong ke sentra-sentra produksi di sekitarnya (Ayamaru,

Teminabuan, Mega, Seget, Sausapor, Aimas, Waisai).

Meningkatkan aksesibilitas jaringan jalan Sorong-Klamono-Ayamaru-Maruni-Manokwari untuk

mendukung proses koleksi dan distribusi kegiatan perekonomian.

Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai

pelengkap dari RTRW Kota

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Sorong dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan

sektor dan daerah otonom.

2. Jayapura PKN & PKSN Pusat pelayanan

primer jasa

pemerintahan,

administrasi

pelintas batas

negara,

perdagangan-jasa

dan transhipment

point, Industri,

dan Perikanan.

Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara yang juga berfungsi sebagai

pusat pertumbuhan wilayah nasional dan sebagai outlet pemasaran produksi tanaman pangan,

hortikultura, tanaman tahunan, sentra produksi hasil hutan, bahan galian logam, , serta hasil

perikanan.

Meningkatkan aksesibilitas menuju sentra-sentra produksi di wilayah sekitarnya melalui keterpaduan

sistem transportasi darat, diantaranya melalui pengembangan jaringan jalan Jayapura-Nimbrokang-

Sarmi dan Jayapura-Wamena-Mulia.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan,

pertambangan, serta perikanan yang komplementer dengan keberadaan Pelabuhan Nasional Jayapura

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 2

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

dan Perikanan. pertambangan, serta perikanan yang komplementer dengan keberadaan Pelabuhan Nasional Jayapura

dan Bandar Udara Sentani.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara.

Menyiapkan padu serasi pemanfaatan ruang kawasan Jayapura dsk dengan kawasan perbatasan di

wilayah Papua Nugini.

Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga.

Menyiapkan perangkat zoning regulation sebagai landasan pembangunan kegiatan perkotaan ikutan

sekaligus sebagai landasan pengendalian pembangunan.

3. Manokwari PKW Pusat Pelayanan

Sekunder Jasa

Pemerintahan,

Kehutanan,

Perikanan, dan

Pertambangan

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang berorientasi

pada aktivitas produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, sentra produksi hasil hutan,

perikanan budidaya, serta hasil tambang.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan untuk mendukung peran Manokwari sebagai pusat pelayanan regional dan

nasional melalui kerjasama dengan pihak swasta secara selektif.

Meningkatkan aksesibilitas kota Manokwari ke kota-kota utama lain melalui jaringan jalan Manokwari-

Nabire serta Sorong-Ayamaru-Manokwari dengan keterpaduan sistem transportasi darat dan laut.

Meningkatkan aksesibilitas kota Manokwari ke sentra-sentra produksi di kawasan perdesaan

(agropolitan) menuju outlet-outlet pemasaran (Pelabuhan Bintuni dan Pelabuhan Nasional

Manokwari).

Mengembangkan pelabuhan perikanan untuk meningkatkan nilai tambah hasil produksi perikanan di

Samudera Pasifik.

Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata ke TN Teluk Cendrawasih.

4. Merauke PKW &PKSN Pusat pelayanan

sekunder jasa

pemerintahan,

administrasi

pelintas batas

negara,

perdaganganjasa,

transhipment

point Pertanian,

Perkebunan,

Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara yang juga berfungsi sebagai

pusat pertumbuhan wilayah nasional dan sebagai outlet pemasaran produksi tanaman pangan,

tanaman tahunan, perikanan tangkap, sentra industri pengolahan hasil hutan, pariwisata kehutanan,

dan hasil tambang.

Meningkatkan aksesibilitas menuju sentra-sentra produksi di Bade, Muting, Kumbe, Okaba, Kimaam,

Mindiptana, dan Kepi melalui keterpaduan sistem transportasi darat, laut, dan udara.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan yang

komplementer dengan keberadaan Pelabuhan Bade dan Pelabuhan Nasional Merauke.

Mengembangkan pelabuhan perikanan dan prasarana perikanan lainnya untuk meningkatkan nilai

tambah hasil produksi perikanan tangkap di Laut Arafura.

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 3

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

Perkebunan,

Perikanan.

tambah hasil produksi perikanan tangkap di Laut Arafura.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara.

Menyiapkan padu serasi pemanfaatan ruang kawasan Merauke dsk dengan kawasan perbatasan di

wilayah Papua Nugini.

Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga

yaitu dengan Papua Nugini dan Australia.

Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata ecotourism ke TN Wasur.

5. Timika PKN Pusat Pelayanan

Sekunder Jasa

Pemerintahan,

Pertanian,

Pertambangan,

dan Industri.

Diarahkan untuk menjadi pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendorong pertumbuhan produksi

hortikultura, perikanan tangkap, hasil tambang (bahan galian logam dan batubara), serta hasil hutan.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan untuk mendukung peran Timika sebagai pusat pelayanan regional dan

nasional melalui kerjasama dengan pihak swasta secara selektif.

Meningkatkan aksesibilitas antar kota melalui jaringan jalan Timika-Mapurujaya-Pomako, dan melalui

jaringan sungai, laut dan udara, serta menuju outlet pemasaran di bagian barat Papua (Pelabuhan

Pomako dan Bandar Udara Timika).

Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota berstandar Internasional (bandara,

pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang

lebih besar secara selektif.

Memperketat perijinan pelaksanaan pembangunan di sekitar TN Lorentz agar tidak mengganggu

kelestarian lingkungannya

6. Tanah Merah PKSN Pusat pelayanan

sekunder

administrasi

pelintas batas

negara,

kehutanan,

pertambangan.

Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara serta sebagai outlet pemasaran

produksi hasil hutan dan hasil tambang.

Meningkatkan aksesibilitas di kawasan perbatasan, terutama jaringan jalan Merauke-Muting-Tanah

Merah-Waropko.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil hutan dan pertambangan.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst)

dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara.

Menyiapkan padu serasi pemanfaatan ruang kawasan Tanah Merah dsk dengan kawasan perbatasan di

wilayah Papua Nugini.

Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga.

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 4

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

7. Fak-Fak PKW Pusat Pelayanan

Sekunder Jasa

Pemerintahan,

Pertanian,

Perkebunan,

Perikanan, dan

Industri.

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang mendukung

peningkatan hasil hasil hutan, perikanan tangkap dan budidaya, dan hasil tambang.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota Pemerintahan,

Perdagangan, dan Industri.

Meningkatkan aksesibilitas kota Fak-Fak ke kota-kota utama di sekitarnya (Kaimana, Babo, Kokas, dan

Bomberai), dengan memanfaatkan prasarana jalan secara terpadu.

Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil hutandan perikanan untuk memberikan efek

multiplier yang lebih besar.

Mengembangkan pelabuhan perikanan untuk meningkatkan nilai tambah hasil produksi perikanan di

Teluk Berau dan Teluk Bintuni.

8. Ayamaru PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan dan

Kehutanan

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi

pada upaya untuk mendorong hasil produksi hasil hutan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota pemerintahan dan

kehutanan.

Meningkatkan aksesibilitas kota Ayamaru ke Sorong sebagai satu kesatuan sistem jaringan jalan

Sorong-Klamono-Ayamaru-Maruni-Manokwari

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Sorong-Ayamaru untuk keterpaduan pembangunan sektor dan

daerah otonom.

Mengembangkan Kota Ayamaru sebagai pusat pelayanan kegiatan industri kehutanan hingga produkproduk

derivatifnya

9. Teminabuan PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan dan

Kehutanan

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi

pada upaya untuk mendorong hasil produksi hasil hutan dan hasil tambang.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota pemerintahan dan

kehutanan.

Mengembangkan Kota Teminabuan sebagai pusat pelayanan kegiatan industri kehutanan hingga

produk-produk derivatifnya

Meningkatkan aksesibilitas menuju sentra produksi kehutanan melalui keterpaduan sistem transportasi

darat dan laut.

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Teminabuan untuk keterpaduan pembangunan sektor dan

daerah otonom.

10. Biak PKW Pusat Pelayanan

Sekunder Jasa

Pemerintahan,

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi

pada pengembangan produksi tanaman tahunan, hasil hutan, perikanan tangkap dan budidaya, wisata

bahari, dan industri pengolahan.

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 5

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

Pemerintahan,

Kehutanan,

Perikanan, dan

Pariwisata.

bahari, dan industri pengolahan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota Pemerintahan, Perkebunan,

Kehutanan, Perikanan, Pariwisata, dan Industri.

Meningkatkan aksesibilitas ke kota Ansas, Warsa, Botawa, Serui melalui pengembangan sistem

transportasi antar-moda (jalan arteri primer, pelabuhan nasional, dan bandara).

Membangun fasilitas pemrosesan hasil produksi tanaman tahunan, perikanan, dan kehutanan (logging,

sawmill, dsb).

Membangun fasilitas prasarana pendukung kegiatan pariwisata (bandara, jaringan jalan, dan lain-lain)

bertaraf internasional guna mengembangkan lokasi-lokasi wisata di sekitar Biak, diantaranya CA Pulau

Supriori dan Biak Utara, serta TWA Kep.Padaido.

Menyiapkan rencana tata ruang Pulau Biak dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor dan

daerah otonom.

11. Nabire PKW Pusat Pelayanan

Sekunder Jasa

Pemerintahan,

Pertanian,

Perkebunan, dan

Industri

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi

pada kegiatan produksi dan pengolahan hasil tanaman pangan, hortikultura, tanaman tahunan, hasil

hutan dan bahan galian logam.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota Pemerintahan,

Perdagangan, Perkebunan, Pertanian, dan Industri.

Meningkatkan aksesibilitas sentra produksi pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) dan

perkebunan (tanaman tahunan) di kawasan pedesaan (agropolitan) menuju outlet pemasaran

(Pelabuhan Nabire dan Bandar Udara Nabire).

Meningkatkan aksesibilitas kota Nabire ke kota-kota utama lain melalui jaringan jalan strategis

Nabire-Wagete-Enarotali.

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Nabire dsk untuk keterpaduan pembangunan sektor dan

daerah otonom

12. Muting PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan,

Pertanian, dan

Kehutanan

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi

pada upaya untuk mendorong hasil produksi tanaman pangan, hortikultura, serta hasil hutan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota agropolitan

Meningkatkan kerjasama pengelolaan PSD kota dengan kota Bupul, Kumbe, dan Okaba dalam hal

pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan, dan drainase.

Meningkatkan aksesibilitas kota Muting ke Merauke sebagai satu kesatuan sistem jaringan jalan arteri

primer

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Muting-Merauke untuk keterpaduan pembangunan sektor dan

daerah otonom.

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 6

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

daerah otonom.

13. Bade PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan dan

Pertanian.

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang mendukung

kegiatan produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

Meningkatkan aksesibilitas dari sentra-sentra produksi pertanian di Kumber, Okaba, Kimaan menuju

outlet-outlet pemasaran (Pelabuhan Bade dan Merauke) di wilayah Bade.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota agropolitan.

Meningkatkan kerjasama pengelolaan PSD kota dengan kota Senggi dan Okaba dalam hal pengelolaan

air bersih, air limbah, persampahan, dan drainase.

14. Sarmi PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan dan

Perkebunan.

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi

pada aktivitas pemerintahan, perkebunan tanaman tahunan, perikanan budidaya tambak, dan hasil

hutan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota Pemerintahan dan

Perkebunan.

Meningkatkan aksesibilitas kota ke sentra-sentra produksi perkebunan terutama melalui jaringan jalan

arteri primer Jayapura-Nimbrokang-Sarmi, Napan-Barapasi-Damoe-Sarmi dan Sarmi-Denta

15. Arso PKW Pusat Pelayanan

Tersier Jasa

Pemerintahan,

Perkebunan, dan

Kehutanan.

Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi

pada aktivitas produksi tanaman tahunan dan hasil hutan.

Mengembangkan kualitas pelayanan PSD kota yang mendukung fungsi kota Pemerintahan, Perkebunan,

dan Kehutanan.

Meningkatkan aksesibilitas kota ke sentra produksi perdesaan (agropolitan) melalui keterpaduan

sistem jaringan jalan.

Memantapkan jaringan jalan Jayapura-Waris untuk proses koleksi dan distribusi hasil-hasil produksi di

sekitar Kota Arso.

16. Wamena PKW Pusat Pelayanan

Sekunder

Pemerintahan,

Pertanian,

Pariwisata, dan

Perkebunan

Diarahkan sebagai kota berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah provinsi yang berorientasi pada

kegiatan sentra jasa pemerintahan, pertanian, dan perkebunan yang melayani kebutuhan

pengembangan sentra-sentra produksi wilayah Pegunungan Jayawijaya.

Mengembangkan Kota Wamena sebagai pusat pelayanan kegiatan pariwisata ke SM Jayawijaya.

Mengembangkan Kota Wamena sebagai pusat pelayanan perkebunan yang dilengkapi dengan industri

perkebunan hingga produk derivatifnya.

Meningkatkan aksesibilitas ke kota-kota utama, melalui jaringan jalan Jayapura-Ubrub-Senggi-

Wamena-Mulia serta Nabire-Enarotali-Ilaga-Wamena dan sistem transportasi udara

Meningkatkan aksesibilitas Kota Wamena menuju sentra-sentra produksi pertanian (tanaman pangan

dan hortikultura), perkebunan (tanaman tahunan), serta tempat-tempat wisata

Lampiran II Raperpres RTR Pulau Papua (versi 27 Desember 2005) Lampiran Halaman - 7

NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STRATEGI PENGEMBANGAN

dan hortikultura), perkebunan (tanaman tahunan), serta tempat-tempat wisata

Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar regional dan

nasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong

peran swasta yang lebih besar secara selektif.

Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Enarotali-Wamena-Senggi untuk keterpaduan pembangunan

sektor dan daerah otonom.